SKB Seragam Menegaskan Posisi Negara yang Netral Agama!
Oleh, Jemmy Ibnu Suardi
Sekjen Young Islamic Leaders
Buntut panjang polemik jilbab di salah satu sekolah Negeri di Kota Padang, kementerian terkait kemudian mengeluarkan SKB tiga menteri tentang seragam sekolah, yang tidak main-main ditandatangani oleh 3 orang menteri sekaligus, yaitu Menteri Dalam Negeri Jenderal Tito Karnavian, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim. Isi SKB 3 Menteri ini berisi tentang penggunaan pakaian seragam dan atribut bagi siswa, guru, dan tenaga kependidikan, disemua jenjang pendidikan.
Seperti dikutip dari pernyataan Mendikbud Nadiem Makarim, yang disiarkan berbagai media, setidaknya ada 6 (enam) keputusan penting SKB Tiga Menteri, yaitu:
1. Keputusan bersama ini mengatur spesifik sekolah negeri di Indonesia yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
2. Peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan berhak memilih antara: Seragam dan atribut tanpa kekhususan agama, atau Seragam dan atribut dengan kekhususan agama.
3. Pemerintah Daerah dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama.
4. Pemerintah daerah dan kepala sekolah wajib mencabut aturan yang mewajibkan atau melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak keputusan bersama ini ditetapkan.
5. Jika terjadi pelanggaran terhadap keputusan bersama ini, maka sanksi akan diberikan pada pihak yang melanggar, yaitu: Pemerintah daerah memberikan sanksi kepada kepala sekolah, pendidik dan atau tenaga kependidikan. Gubernur memberikan sanksi kepada bupati/walikota. Kementerian dalam negeri memberikan sanksi kepada gubernur. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan sanksi kepada sekolah terkait BOS dan bantuan pemerintah lainnya. Tindak lanjut atas pelanggaran akan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Sementara itu, Kementerian Agama melakukan pendampingan praktik agama yang moderat dan dapat memberikan pertimbangan untuk pemberian dan penghentian sanksi.
6. Peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan beragama Islam di Provinsi Aceh dikecualikan dari Keputusan bersama ini sesuai kekhususan Aceh berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait pemerintahan Aceh.
Dalam penjelasannya Nadiem mengatakan, “Kunci utama atau esensi dari SKB ini para murid dan guru dan tenaga kependidikan adalah yang berhak memilih. Menggunakan atribut keagamaan adalah keputusan individu, murid, guru dan orangtua bukan sekolah negeri.”
Lebih lanjut Mendikbud muda ini menjelaskan “Pemerintah daerah ataupun sekolah tidak boleh melarang seragam dengan kekhususan agama, hak ini adalah dimasing-masing individu”.
Sebagai Menteri pembantu Presiden Haji Joko Widodo, Nadiem menegaskan posisi pemerintah yang tidak abu-abu terhadap seragam dengan identitas agama tertentu.
Sekolah Negeri bahkan Pemda sekalipun dilarang mengeluarkan regulasi yang memaksa ataupun yang melarang penggunaan seragam yang berbasis keagamaan tertentu. Dengan jelas Nadiem menegaskan, “Harapan saya dengan adanya SKB ini sudah tidak ada lagi abu-abu, mengenai posisi pemerintah terhadap apa yang, punya haknya masing-masing murid dan haknya masing-masing guru, dan apa, bahwa institusi sekolah maupun pemerintah daerah tidak boleh melarang ataupun mewajibkan pemakaian atribut dengan kekhususan keagamaan tertentu. Jadi ini satu esensi yang harus dimengerti sekali lagi saya tekankan bahwa agama apapun, keputusan untuk memakai seragam atau atribut berbasis keagamaan di dalam sekolah negeri di Indonesia itu adalah keputusan murid dan guru sebagai individu”
Dalam memandang lahirnya SKB tiga Menteri ini, sekurang-kurangnya kita memiliki dua interpretasi.
Pertama, sesuai dengan keterangan dan arahan tiga menteri penting tersebut, bahwa posisi Negara jelas, negara memiliki posisi netral terhadap agama tertentu, dimana dilarangnya pengunaan simbol-simbol agama tertentu di institusi pendidikan yang berbasis Negara. Ini berimplikasi, yang secara radikal katakanlah, tidak diperkenankannya penggunaan pakaian identitas keagamaan tertentu, pakaian muslim misalnya, di seluruh sekolah negeri di Indonesia.
Kedua, setiap murid, guru dan tenaga pendidikan lainnya secara individu, yang menganut agama tertentu bebas untuk menggunakan atribut agamanya sebagai seragam, tanpa adanya larangan ataupun intervensi dari sekolah bahkan dari Pemerintah Daerah. Dalam hal ini katakanlah, individu murid, guru dan tenaga pendidikan yang beragama Islam, sebagai komunitas yang tinggal di daerah mayoritas non Muslim, Bali misalnya, boleh dan bebas untuk menggunakan seragam dengan mengenakan simbol-simbol agamanya seperti sarung, peci, baju koko, jilbab dan bahkan cadar atau niqab. Sekolah dan Pemda setempat tidak boleh melarang ataupun mengintervensi penggunaan seragam tersebut. Jika melakukan intervensi atau bahkan pelarangan, maka sanksi berat akan diterima.
SKB 3 Menteri ini seperti dikatakan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas diharapkan dapat meningkatkan toleransi keberagamaan pada peserta didik. Semoga lahirnya SKB tentang seragam ini tidak menjadi kontraproduktif, alih-alih menjadi solusi, jangan sampai justru menjadi masalah baru tentang toleransi keberagamaan di Indonesia, yang akan membuat gaduh di masyarakat.