Dalam sudut pandang Islam konsep kepemimpinan telah dijabarkan oleh Imam Al Mawardi dalam kitabnya “Ahkamus Sultaniyyah”. Imam Mawardi menjelaskan kepemimpinan sebagai “Kewajiban yang dilakukan kepala negara pasca kenabian dalam rangka menjaga kemurnian agama dan mengatur urusan dunia (hirosatud din wa raiyyatud dunya)”.
Kata kunci nya adalah menjaga kemurnian agama dan mengatur urusan dunia dengan panduan syariat Allah
Ibnu Khaldun dalam kitabnya MUKADDIMAH memberikan kesimpulan mengenai kepemimpinan dalam Islam (Khalifah/Imamah) sbb :
“Karakter dasar kekuasaan cenderung memerintah masyarakat berdasarkan tujuan dan keinginan naluriah mereka. Sedangkan kekuasaan politik cenderung memerintah masyarakat berdasarkan pandangan akalnya, yakni tentang bagaimana mendatangkan kebaikan-kebaikan dunia dan mencegah terjadinya bahaya yang mengancam. Sedangkan kekuasaan dari kekhalifahan cenderung memerintah masyarakat berdasarkan syariat, baik dalam kepentingan akhirat maupun kepentingan dunia yang kembali kepadanya. Sebab seluruh aktivitas di dunia di sisi Allah hanyalah sebagai piranti untuk mencapai kehidupan akhirat. Kekhalifahan ini pada hakikatnya merupakan pengganti atau wakil Allah dalam menjaga agama dan kehidupan dunia”.
Allah berfirman dalam QS Al Baqarah: 30
” Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”.
Tafsir Jalalain menyebutkan tugas khalifah disini adalah mewakili Allah dalam melaksanakan hukum-hukum atau peraturan-peraturan-Nya. Artinya jabatan kepemimpinan hanya merupakan MANDAT dari Allah kepada manusia sehingga harus dijalankan dengan benar sesuai amanah pemiliknya (Allah Subhanahuwata’alla)
Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam sendiri menggunakan istilah siyasah dalam sabdanya:
“Adalah Bani Israil, mereka diurusi urusannya oleh para nabi (tasusuhumul anbiya). Ketika seorang nabi wafat, nabi yang lain datang menggantinya. Tidak ada nabi setelahku, namun akan ada banyak para khalifah” (HR. Bukhari dan Muslim).
Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
“Jika tiga orang (keluar) untuk bepergian, maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang dari mereka sebagai ketua rombongan” (HR. Abu Dawud).
Nabi mewajibkan umatnya mengangkat pemimpin bahkan dalam kelompok kecil sekalipun dalam rangka melakukan amar ma’ruf nahi munkar, melaksanakan jihad, menegakkan keadilan, menunaikan haji, mengumpulkan zakat, mengadakan sholat Ied, menolong orang yang dizalimi, dan menerapkan hukum hudud.” Lebih jauh Ibnu Taimiyyah –mengutip Khalid Ibrahim Jindan- berpendapat bahwa kedudukan agama dan negara ”saling berkelindan, tanpa kekuasaan negara yang bersifat memaksa, agama berada dalam bahaya, sementara tanpa wahyu, negara pasti menjadi sebuah organisasi yang tiranik.”
Jika kelak kita menjadi pemimpin maka jangan sombong, lupa diri apalagi arogan karena kepemimpinan tsb adalah amanah dan ujian.
Allah berfirman:
“Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Rabbmu amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Mahapengampun lagi Mahapenyayang.” (QS. al-An’aam: 165)
Kita bisa mencontoh sikap khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq saat mengemban amanah kepemimpinan menggantikan Nabi Muhammad SAW:
“Sesungguhnya aku kini telah diangkat menjadi pemimpin kalian, padahal aku bukanlah yang terbaik di antara kalian. Maka, kalau aku berlaku baik, maka bantulah aku, dan kalau aku keliru, maka luruskanlah aku.”
“Kejujuran ialah amanat, sedang dusta adalah khianat. Orang lemah di antara kamu, pada sisiku dia kuat, sehingga aku berikan haknya padanya, Insya Allah. Dan orang kuat di antara kamu, pada sisiku dia lemah, sehingga aku ambil hak daripadanya, Insya Allah.”
“Tidak ada satu kaum yang meninggalkan perjuangan di jalan Allah, kecuali Allah menimpakan pada mereka kehinaan. Dan tidak ada suatu kejahatan yang merajalela pada suatu kaum, kecuali Allah menimpakan bencana atas mereka secara merata.”
“Taatilah aku selagi aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Bila aku sendiri bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka tak ada kewajiban bagimu untuk taat kepadaku. Bangkitlah kalian untuk shalat, semoga Allah merahmati kalian.”
Masya Allah, pidato yg inspiratif dan powerful!!
Ada amanah dan tanggung jawab besar menjadi seorang pemimpin dan saat bersamaan jika berhasil menjadi pemimpin yang adil maka dia akan mendapatkan benefit luar biasa berupa Naungan dari Allah SWT pada hari dimana tak ada naungan kecuali naungan-Nya (Hadist dari Abu Hurairah).
Semoga Allah merahmati kita sebagai pemimpin dan Allah memberikan kita pemimpin yang amanah yang dapat menegakkan agama Allah , mengatur kehidupan masyarakat sesuai ketentuannya sehingga terbentuk peradaban manusia yang adil dan makmur penuh keberkahan.
“Tidak ada Islam tanpa jamaah, tidak ada jamaah tanpa pemimpin, tidak ada pemimpin tanpa ketaatan.” (Umar bin Khattab)
A|N|D|R|I