Buya Datuk Mansoer Daud, Ulama Diplomat Minangkabau
Oleh, Jemmy Ibnu Suardi
Mansoer Daoed, adalah putra tertua Ulama terkemuka Minangkabau Syeikh Daoed Rasyidi, yang lahir di Balingka, kaki Gunung Singgalang pada 10 Maret 1905.
Sebagai seorang anak dari ulama terkenal, beliau banyak mendapatkan pengalaman keilmuan yang tinggi. Mansoer sempat mengenyam pendidikan di Sumatra Tawalib pimpinan Syeikh Dr. Abdul Karim Amrullah yang juga adalah karib ayahnya. Kemudian sempat belajar juga di Madrasah Dinniyah pimpinan Zainuddin Labay El Yunusi.
Di usianya yang masih muda, tahun 1923 Mansoer melakukan rihlah ilmiah ke tanah suci, sekaligus menunaikan ibadah haji. Di Mekkah Mansoer belajar kepada Syeikh Abdul Kadir Al Mandily, namun sayang perjalanan mencari ilmu di Mekkah harus terhenti karena pecah perang antara Syarif Hoesein dan Ibnu Saud. Akhirnya Mansoer memutuskan kembali ke kampung halaman.
Sepulangnya di kampung halaman, 1924 Mansoer belajar kepada Syeikh Ibrahim Musa Parabek. Setahun di Parabek, Mansoer kembali merantau ke Malaysia, terus ke India dan belajar di Perguruan Islam Tinggi Lucknow.
Selagi muda, Mansoer banyak menyinggahi negeri-negeri Islam, seperti Arab, Mesir, Afrika Selatan, dan Turki. Sampai terus ke daratan Eropa, menyinggahi Yunani, Perancis, Yugoslavia, Italia dan Jerman. Tidak sampai disana, Mansoer juga sempat ke daratan Uni Soviet, Tiongkok dan berakhir di Hongkong, sebelum kembali ke tanah air tahun 1930.
Sepulangnya dari rihlah ilmiah dan mengunjungi berbagai negeri, Mansoer terjun ke dunia politik dan dipercaya sebagai Sekjen dari Partai Persatuan Muslimin Indonesia. Di tahun 1933 Mansoer menjadi pimpinan partai Persatuan Muslim Indonesia.
Setahun memimpin Partai Persatuan Muslim Indonesia, Mansoer ditangkap Belanda dan di asingkan ke Medan. Setahun lamanya Mansoer mendekam di penjara. Selepas dari penjara Medan, Mansoer merantau ke Palembang, Bengkulu, dan terakhir menetap di Lampung sampai tahun 1942.
Di saat Jepang masuk ke Indonesia, Mansoer kembali ke Bukittinggi, di sana Mansoer kemudian di daulat sebagai Sekretaris Umum Majelis Islam Tinggi se Sumatera yang diketuai oleh Syeikh Jamil Jambek.
Perjalanan politik perjuangan kemerdekaan Indonesia, menjadikan Mansoer sebagai salah satu orang penting di partai Masyumi dan duduk sebagai anggota DPR-RI tahun 1955 dari fraksi Masyumi. Tidak lama setahun kemudian, Mansoer diangkat menjadi Duta Besar Indonesia untuk Irak.
Sahabat seperjuangan Muhammad Natsir dan Hamka ini, memberikan sumbangsih yang tidak sedikit dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Posisi-posisi penting yang pernah diembannya, selalu dijadikan wasilah untuk memperjuangan Islam dan Indonesia. Tercatat Mansoer yang kemudian dikenal dengan nama Buya Datuk ini, pernah juga menjadi Ketua Majelis Ulama Sumatera Barat. Menjelang akhir hayatnya, tahun 1980 Buya Datuk Mansoer menjadi Ketua Umum Yayasan Rumah Sakit Islam (YARSI).
Buya Datuk Mansoer meninggal dunia di Rumah Sakit Mohammad Jamil Padang, pada 17 November 1985 setelah sebelumnya sakit karena pendarahan otak. Ia dimakamkan di Pemakaman Tunggul Hitam. Kepergiannya meninggalkan kesedihan mendalam bagi masyarakat Sumatra Barat. (*)