Oleh : Andree MKP (Alumni ILA 4)
3 tahun lalu saya mengikuti pelatihan public speaking selama tiga hari yang sangat menarik dari sisi materi dan metodenya. Kita tidak hanya diajarkan tentang teknik berkomunikasi dan berbicara di depan umum. Namun diajak memahami alasan yang jelas mengapa ingin menjadi public speaker. Ada satu aktifitas dalam pelatihan tersebut yang sampai sekarang masih saya ingat, pidato kematian. Saya cukup lama berkecimpung di dunia pelatihan dan pengembangan, namun baru kali ini mendapatkan pengalaman belajar berbeda.
Diawali contoh yang diberikan fasilitator, peserta diberikan waktu sekitar 30 menit untuk menuliskan pidato tersebut. Intinya kita membuat surat satu halaman yang disiapkan ketika meninggal nanti, berisi pesan dan pencapaian dalam hidup. Setelah itu tiap peserta membayangkan dirinya dibungkus kafan didalam liang kubur. Kemudian kita bertindak sebagai seorang anak yang membacakan pesan yang telah dibuat orang tuanya. Perasaan sedih dan haru, bercampur saat itu, namun ada kebanggaan tersendiri karena orang tua berhasil memberikan “legacy” bagi keluarga dan orang banyak.
Momentum tersebut memberikan kesadaran bagi saya bahwa hidup itu sejatinya memberikan legacy atau peninggalan yang berharga. Bukan lagi bicara tentang uang menumpuk, harta berlimpah, ataupun properti yang banyak. Lebih dari itu yaitu tentang keimanan, nilai dan prinsip kehidupan, kebermanfaatan, serta kontribusi bagi sesama. Banyak contoh dari orang-orang terdahulu ataupun sekitar kita yang bisa kita jadikan inspirasi.
Sebagai contoh kita ambil satu bagian dalam Al Qur’an Surat Luqman ayat 13. “Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi pelajaran kepadanya, ”Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. Menurut saya hal ini adalah ultimate legacy dari orang tua kepada anaknya, agar selamat dunia dan akhirat.
Masih ingat masa-masa ketika almarhum kakek saya menemani tidur waktu kecil, berulang kali selalu menanamkan satu kata yang terus saya ingat sampai sekarang tentang “kejujuran”. Orang tua saya sampai saat ini juga selalu memberikan pesan yang sama disampaikan oleh Luqman tentang ketahuhidan dan juga tentang kerukunan hidup bersama saudara. Masih banyak lagi legacy dari orang tua, keluarga, guru, dan sahabat yang menginspirasi saya.
Sekarang, apa peran kita dalam memberikan legacy untuk sesama? Paling tidak dilingkup yang paling kecil, keluarga. Alhamdulillah saya masih memiliki orang tua, ingin terus rasanya menggali legacy dari mereka berdua. Di sisi lain saya juga memiliki istri dan anak, tentunya juga berikhtiar memberikan legacy yang bernilai bagi kehidupan mereka. Sebagai orang tua saya menekankan kepada keluarga, bahwa dalam hidup yang paling utama adalah keimanan dan ketakwaan. Berikutnya memperbanyak amal jariyah dengan ikhlas. Terakhir terus mengembangkan apapun keahlian dan profesi yang diminatinya agar bermanfaat untuk orang banyak.
Memberikan legacy bukanlah hal yang mudah, tidak terbatas pada kata-kata yang disampaikan saja, namun lebih dari itu keteladanan dari tindakan kita. Mengutip hadits Nabi Muhammad SAW, dari Abu Hurairah RA berkata: Rasulullah bersabda: “Apabila manusia meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakan kepadanya.” (HR Muslim).
Mari ikhtiarkan memberikan legacy yang berharga bagi keluarga kita. Sehingga suatu saat nanti ketika kita meninggal, mereka akan bangga memiliki orang tua seperti kita. Insya Allah.