Romawi dan Persia berdiri atas dasar despotisme (kesewenang-wenangan raja) dan hak raja adalah mutlak sedangkan rakyat tidak mempunyai hak apa-apa. Raja tidak pernah bersalah dan tidak boleh disalahkan. Ditengah dua kekuasaan besar itu, Rasulullah mendirikan negara yang mempunyai dasar pertama adalah syura, musyawarah. Penguasa tertingginya adalah seorang yang dipilih dengan kerelaan umat.
Demikian juga jika dikaji secara seksama segala Undang-Undang dan hukum yang ada didalam Al-Qur’an adalah keseimbangan antara hak dan kewajiban mencakup hubungan manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan sesamanya, berlandaskan persaudaraan, persamaan, kemerdekaan dengan sebenarnya dan sejujurnya.
Setelah beliau wafat, negara yang telah beliau dirikan itu dilanjutkan oleh keempat khalifahnya, dilanjutkan dengan Muawiyah dan Bani Abbas. Lamanya 656 tahun. Disambung lagi oleh beberapa negara Islam. Sehingga nyatalah bahwa Al-Qur’an pernah menjadi pedoman hukum berabad-abad. Semuanya mengalami pasang naik dan pasang turun. Namun satu yang pasti dan nyata bahwa Al-qur’an pernah dipraktekkan dalam kenegaraan. Sekiranya ada kemunduran dan kemuraman, bukanlah karena ia dijalankan, melainkan setelah ia ditinggalkan. Yang ia berikan ialah pokok dan dasar, bukan tekniknya. Karena teknik bisa berubah-ubah tetapi dasar tidak akan berubah.
Semuanya ini adalah dari seorang yang ummi, tidak tahu menulis dan tidak pandai membaca. Tidak pernah belajar, apalagi belajar ketatanegaraan. Oleh sebab itu, hanya ada satu kemungkinan yaitu bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Ilahi, disampaikan kepada umat manusia melalui seorang rasul yang ummi.
Sumber : Tafsir Buya Hamka