Islamic Leaders Club (ILC) Episode ke-1
Napak Tilas Deislamisasi Sejarah Indonesia
Bertahun-tahun sebelum kemerdekaan RI 1945, tokoh pendidikan Indonesia Mohammad Natsir sudah mengingatkan umat Islam akan “nasihat” orientalis Snouck Hurgronje, dalam bukunya Nederland en de Islam: ”Opvoeding en onderwijs zijn in staat, de Moslims van het Islamstelsel te emancipeeren.” (Pendidikan dan pelajaran dapat melepaskan orang Muslimin dari genggaman Islam).
Paragraf di atas adalah sebuah kutipan yang diambil dari tulisan ust. Adian Husaini di website hidayatullah baru-baru ini, sebagai pembuka penulisan kesimpulan diskusi Islamic Leaders Club episode ke 1 tentang Deislamisasi Sejarah Indonesia.
Adanya gerakan deislamisasi sejarah Indonesia baik oleh perorangan, kelompok, maupun institusi tentu untuk menjauhkan muslim dari keagungan Islam, membuat muslim tidak bangga dengan keislamannya, dengan begitu akan mudah untuk membuat muslim silau dan menerima peradaban di luar Islam, bahkan yang bertentangan dengan Islam sekalipun.
Beberapa hal yang muncul ketika kita membahas tema deislamisasi sejarah Indonesia. Pertama, pembahasan tentang teori asal usul manusia dari darwin yang dikenal populer dengan teori darwin. Kedua, perebutan konsep siapa pertama kali yang membawa Islam ke Indonesia. Ketiga, penulisan sejarah Indonesia pada monumen-monumen publik Indonesia, menghindari tulisan dan nilai syarat dengan Islam.
Masih ingat rumah di Jl. Pegangsaan Timur No. 56? Rumah proklamasi namanya. Di rumah itu Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno membacakan rumusan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Hal yang menarik pernah disampaikan oleh ust. Adi Hidayat dalam video rekaman ceramahnya di Masjid Jogokariyan, berikut kutipannya.
“selalu disampaikan Jl. Pengangsaan Timur No. 56, kalau disebutkan jalan itu hanya jalannya, tapi kalau anda sampaikan nomor sekian itu pasti lokasinya. Pertanyaan saya, kenapa tidak disebutkan nama lokasinya? Karena ternyata itupun saham dari seorang muslim yang sangat mencintai tanah tempat ia berpijak untuk dijadikan proklamasi kemerdekaan RI, dialah syekh Faradj bin Martak, mewakafkan rumah itu”
Sebenarnya masih banyak lagi proses deislamisasi sejarah Indonesia yang terjadi di tengah-tengah kita. Mungkin dilain waktu kita bisa membahas lebih mendalam lagi terkait tema ini.
Kita sebagai seorang muslim, generasi muda harapan bangsa, penerus estafet perjuangan ulama terdahulu. Sudah sepantasnya kita mencari, menelusuri, serta mempelajari sejarah umat Islam di Indonesia. Jika tidak, kisah perjuangan pejuang Islam di Indonesia akan terus digerus terus oleh “mereka” sampai ke sudut yang tidak bisa lagi diperhatikan oleh generasi muslim berikutnya.
Besar harapan kepada generasi muda saat ini. Calon pemimpin Islam dan negeri ini memiliki kompetensi dibidang masing-masing, terdepan dibidangnya, teladan dilingkungannya, ringan lisannya menyampaikan ayat-ayat Al Quran serta mewariskan semangat dari kisah-kisah pejuang muslim terdahulu, baik dari zaman nabi, sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan seterusnya, hingga sampai kepada sejarah pejuang Islam milik Indonesia sendiri.
Agar sekarang dan nanti tidak terjadi lagi “deislamisasi sejarah” baik di Indonesia maupun di belahan dunia manapun. Sanad kisah perjalanan Islam ini tidak boleh terputus, kita harus terus menarasikannya, menyatakan keagungan dan kemuliaannya, menjadi jati diri muslim yang mengalir pada darah, daging dan nadinya. Akan kita sampaikan kepada teman, sahabat, kerabat, orang tua, dan generasi berikutnya. Agar nanti mereka akan menjadi saksi bahwa “kita pernah memperjuangkan Islam” di hadapan Allah SWT. Allahu Akbar.